Seoea toelisannja Opa kwee soedah pindah ke sini http://tjamboek28.multiply.com/
Saturday, September 10, 2005
Tjoeman seboewah boekoe tjatetan oentoek tjoetjoe
Suatu buku yang saya rasa agak uniq dari buku2 junarlis yang pernah saya baca atau buku2 pengetahuan lainnya, ini terlihat dari maksud dibuatnya buku ini. Jelas-jelas penulis (selanjutnya dibaca "Opa") mengatakan buku ini jangan dilihat dari sebuah buku Hikayat atau buku untuk menambah pengetahuan tentang soal2 peperangan atau revolusi suatu Bangsa. (..duh rendah diri sekali Opa) Selanjutnya penulis hanya mengatakan buku ini hanya bermaksud sekedar catetan2 peringatan untuk anak cucunya, supaya mereka mengetahui apa yang pernah dialamkan oleh mereka yang hidup dijaman yang sangat genting itu (anak cucu Opa tercinta jangan sampai dibohongin oleh cerita2 yang punya kepentingan disaat itu mungkin ini yang dimaksud Opa). Ini terlihat jelas dari cerita2 yang disajikan Opa, bahkan seorang prof bernama Ben Anderson mengatakan Opa tidak sama sekali berpetensi sebagai seorang "teoreticus", bukan seorang yang "tahu" banyak Revolusi Indonesia. Tetapi dia (Opa) hanya melukiskan apa yang Opa lihat dan denger, dengan mata dan kuping yang Tajam dan Jujur dari "semua" golongan yang ada saat itu (Belanda, Jepang, Indonesia, bahkan golongan Cina!! sekalipun.)...Inikah yang dinamakan Demokrat sejati ???
Ini bukan suatu hal tampa resiko terlebih dari golongan Opa sendiri yang dikatakan dalam sebuah semboyan yang kira2 berbunyi : "Jangan sekali-kali mencuci kolor dihalaman depan" dan itu dilakukan oleh Opa tampa suatu perasaan MALU dan TAKUT. dengar kata2 Opa ini....
Dengen sengit saja bilang, saja boekan katjoeng-katjoengan jang moesti bolak balik kasana kasini. Pendek, djika saja poenja pengadoean tida digoebris dan itoe loebang tida dioeroek lagi sama tanah dalem tempo doewa poeloeh ampat djam, nanti saja gasak habis-habisan segala apa jang dinamaken siahwee (persatuan) Tionghwa di Malang.
Saja tida pedoeli lagi, Ang Hien Hoo, Chung Hua Chung Hui, dokter Thionghwa jang ini, professor Tionghwa jang itoe. Sedari saja dateng di Malang lagi, moelai boelan November 1941, belon pernah saja bitjara barang satoe patah ditempat oemoem ; belon pernah saja toelis barang satoe letter di soerat kabar mana djoega. Tapi bila perloe, antero djago-djago yanswat (sastra) dan djago-djago pena jang dipoenjaken oleh siahwee Tionghwa di Malang bole dikoempoel djadi satoe.
Nanti saja jang tabrak ditempat oemoem bila marika ada jang berani belaken alesan melempem jang di madjoeken oleh itoe pengoeroes. Kalo masih moesti toenggoe rapat doeloe, toenggoe poetoesan saking koeatirnja liwatin tepekong ini atawa keramat itoe, pasti itoe loebang dengen doewa poeloeh satoe majit aken terboeka sama sekali, karena memang loebangnja tida dalem .
Djika soedah terboeka lantas segala andjing jang kelaparan bisa dateng disana. Djika nanti toelang dan daging korban-korban tionghwa digragoetin dipinggirnja solokan atawa pertjomberan, ditempat mana orang tionghwa jang masih hidoep, moesti semboeniken moekanja ???.
Djangan kita tjoema bisa yanswat pandjang lebar boeat oetaraken terharoenja hati kita, dengen koetjoerken aer mata enz.enz.......
Mungkin ini suatu sebab utama mengapa buku yang sangat bagus ini nyaris "terlupakan" atau sengaja dilupakan dikubur dalam2 oleh suatu kalangan tertentu yang tidak bisa menerima aib demi suatu kepentingan2 dari golongan tersebut walau itu suatu aib yang harus ditelan pahit2.
Untung Tuhan Maha Adil pada tahun 1963 seorang WNA (Ben Anderson) secara tidak sengaja, menemukan maha karya Opa sipasar lowak di Jl Surabaya, untuk kemudian mengangkat kembali karya Opa yang nyaris dilupakan dan baru tahun 2004 karya itu dapat tempat yang layak (Thankss!!! Om Ben)
Ada hal uniq lainnya dari karya Opa ini ialah suatu buku yang hampir mutahil untuk diterjemahkan sesuatu bahasa tertentu. contoh2 :
1. ...kakyo shokai poenja ultimatum : Of romusha of tjaptoen. ??? tuh kan 3 bahasa jadi satu
2. "Titah ! Titah!! Teloes satja ! Teloes satja"??.... busyet dah Opa bercerita kaya ngedalang.
3... lida saya seperti kakoe dan oeloeng hati moelai mentjak tjikalong ? . dll
Sulitkah ????, bahkan kata Prof Ben masih memungkinkan menterjemahkan "Merahnya Merah" Iwan Simatupang atau "Bumi Manusia-nya Pramoedya. tapi tidak demikian pada stijl 'Blasteran' Opa Kwee (Indonesia dalem Api dan Bara). walau demikian biarlah hal itu berlalu saja. Kemudian timbul pertanyaan bahasa apakah yang dipakai Opa dan mengapa ???
mungkin jawabnya Cap-Cai dan Gado-Gado tetap menjadi makanan Favoriet dibanyak kalangan karena rasa yg uniq dan memiliki kelezatan yg uniq pula.
Akhir kata untuk Opa Kwee yang telah tiada, Nisanmu yang tampa pertimbangan lain demi sebuah PEMBANGUNAN oleh perintah Bang(sat) Ali Sadikin yang sekarang menjadi jagoan DEMOKRASI. serta Jasadmu dengan terpaksa dikremasi dan ditebar dipantai Cilincing. ironis sekali, TAPI karya besarMu Indonesia dalem API dan BARA dalam sebuah buku akan selalu dikenang untuk selamanya.
Tabe dari penggemarmu
awie
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2005
(49)
-
▼
September
(11)
- TONARIGUMICHOH (V-HABIS)
- TONARIGUMICHOH (IV)
- TONARIGUMICHOH (III)
- TONARIGUMICHOH (II)
- TONARIGUMICHOH (I)
- Pendapat saja semata
- Boekoe jang sanget menghebohken
- Oh...Djamino&Djoliteng ... masih adakah ?
- Toelisan Opa Kwee di harian Indonesia raya taon 19...
- Tjoeman seboewah boekoe tjatetan oentoek tjoetjoe
- Siang Terik di kantor ELKASA
-
▼
September
(11)
No comments:
Post a Comment